Akibat Rekayasa Kapolres Bengkulu Tahun 2004
Semua penyidik di dunia ini, meyakini dalil yang mengatakan, tidak ada kejahatan yang diperbuat sempurna. Semuanya bisa diungkap walaupun persoalan itu disembunyikan sedemikian rapih dan bertahun tahun lamanya. Dalil ini membuat penyidik Polda Bengkulu yakin dapat mengungkap kembali kasus pembunuhan terhadap Mulyan Johan alias Aan (24 thn) yang ditengarai dilakukan oleh mantan Kasat Reserse Polres Bengkulu Kompol Novel Bawesdan di Polres Bengkulu delapan tahun silam.
HAMPIR semua masyarakat di Tanah Air termasuk para petinggi Polri mengakui kebenaran penjelasan Presiden SBY di Istana Negara, Senin 8 Oktober lalu, yang menyebut, tidak tepat tindakan penyidik Polda Bengkulu ketika hendak menangkap Kompol Drs Novel Baswedan di kantor KPK, Jalan Rasuna Said Jakarta Selatan, dengan dugaan sebagai pembunuh Mulyan Johan alias Aan delapan tahun lalu.
“Dilihat dari segi timing maupun cara penyidik Polda Bengkulu mau menangkap Novel Baswedan, adalah tidak tepat,” kata Presiden SBY di hadapan para wartawan setelah terjadi ketegangan antara KPK dan Polri karena adanya upaya penangkapan terhadap Kompol Drs Novel Baswedan, 5 Oktober lalu.
Setelah kebenaran dari penjelasan kepala negara ini dicermati oleh kalangan petinggi Polri, penyidik Polda Bengkulu kemudian berbenah diri. Beberapa hari kemudian dengan menyiapkan bahan pengusutan yang lebih rapih lagi untuk dapat memeriksa kembali Kompol Drs Novel Baswedan sebagai tersangka penyebab meninggalnya Aan yang sampai saat ini belum dapat diungkapkan pelakunya.
“Saat ini kami tengah mempersiapkan semua keterangan para saksi maupun lima korban penembakan yang diduga dilakukan oleh penyidik Polres Bengkulu di bawah pimpinan Kasat Reserse Iptu Novel Baswedan,” kata Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs Julius Albernur Benny Mokalu SH pada pers baru-baru ini.
Dari pengumpulan data itu, kata mantan Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Keamanan Laut Bakorkamla RI, pihaknya juga telah menetapkan seorang lagi anggota penyidik KPK yang bersama-sama Novel Baswedan dalam peristiwa kematian Aan sebagai tersangka. Perwira pertama berpangkat Ajun Komisaris Polisi itu bernama Yuri Siahaan ditetapkan juga sebagai tersangka setelah ditemukan data bahwa yang bersangkutan juga ikut menganiaya enam tersangka pencuri sarang burung Walet pada 18 Pebruari 2004 lalu di Polres Bengkulu yang menyebabkan korban Aan meninggal di tempat pemeriksaan. Dengan demikian, ada dua orang penyidik KPK yang akan dimintai keterangannya nanti setelah timingnya tepat sebagaimana diperintahkan oleh Presiden SBY.
Tentang Kapolres dan Wakapolres Bengkulu di tahun 2004 yang saat itu sudah bertugas di luar Polda Bengkulu yang diduga merekayasa kasus kematian Aan sehingga persoalannya tidak sampai dibawa ke pengadilan pidana dengan tersangka Novel Baswedan Cs, menurut Kapolda Bengkulu, belum bisa dipastikan apakah dapat juga dijerat sebagai tersangka atau tidak.
Tergantung pada hasil pengumpulan data yang masih didalami oleh penyidik Dirserse Um Polda Bengkulu. Jika ditemukan unsur kesengajaan merekayasa kasus ini sehingga kasusnya tidak dibawa ke depan pengadilan pidana dimana lima tersangkanya semua anggota penyidik Polres Bengkulu, mantan Kapolres Bengkulu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu dan harus siap untuk mendapat hukuman setimpal.
Mantan Kapolres Bengkulu ini kemungkinan dapat juga dijadikan sebagai tersangka baru karena dianggap lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat Polres dan Wakilnya pada waktu itu.
Kapolres Bertanggung Jawab
Sementara mantan Kadiv Propam Polri di era tahun 2004, Irjen Pol (Purn) Drs Timbul Silaen ketika dihubungi Objective News yang sedang berlibur di Cina mengatakan, selama ia memimpin divisi yang menangani tindak kejahatan yang diperbuat oleh oknum Polri, belum pernah ada laporan yang masuk padanya bahwa ada perwira pertama penyidik Polres Bengkulu terlibat penganiayaan dan penembakan sehingga menyebabkan Aan meninggal. “Saya tidak pernah menerima laporan seperti ini,” ujar mantan Kasat Reserse Jakarta Timur itu.
Dikatakan, kalau betul mantan Kapolres dan Wakapolres Bengkulu itu terlibat dalam merekayasa kasus penganiayaan dan penembakan ini sehingga perkara pidananya tidak sampai ke pengadilan, maka kedua perwira menengah itu harus diperiksa oleh Propam Polda Bengkulu. Kedua perwira menengah ini harus bertanggung jawab penuh atas perbuatannya merekayasa kasus ini sehingga persoalan itu tidak dibawa ke pengadilan pidana.
“Walaupun mantan Kapolres dan Wakapolres Bengkulu sudah bertugas diluar Polda Bengkulu, tapi tanggung jawabnya sebagai perekayasa atas kasus itu harus dimintakan,” kata Timbul Silaen yang juga pernah menjabat sebagai Kapolres Jakarta Utara.
Disebutkan, Propam Polda Bengkulu tidak perlu merasa takut untuk memeriksa kedua perwira menengah itu walaupun tugasnya sudah diluar Polda Bengkulu. Mereka harus diperiksa agar kasus ini menjadi nyata. Apalagi bahwa dalam kasus ini ada korban jiwa yaitu Aan. Perbuatan menghilangkan nyawa orang lain ini harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan ada di tengah masyarakat yang sangat merindukan keterbukaan Polri dalam menangani berbagai tindak kejahatan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh dosen pasca sarjana Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Kombes Pol (Purn) DR Hutajulu SH MH, mantan Kapolres dan Wakapolres Bengkulu harus diperhadapkan di pengadilan agar kasus kematian Aan bisa diketahui dengan pasti. Dan lebih dari itu, agar kasus serupa tidak lagi dilakukan oleh para Kapolres dan Wakapolres di seluruh Indonesia.
Sebab merekayasa suatu kasus penganiayaan disertai penembakan yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal, merupakan suatu kejahatan yang tidak boleh diperbuat oleh anggota Polri apalagi perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi dan Kompol.
“Perbuatan semacam ini sangat tidak diperbolehkan dilakukan oleh perwira Polri,” ujar mantan Kapolwil Bojonegoro Jawa Timur itu.
Mantan Kapolres Bengkulu di tahun 2004 diketahui bernama AKBP Drs Elya Wasono. Perwira menengah Polisi ini adalah lulusan Akademi Kepolisian tahun l987 yang saat ini menjabat sebagai Direktur Samapta Polda Jawa Timur. Sedangkan Wakapolresnya dikenal sebagai Kompol Djoko Rudi, saat ini menjabat sebagai Dirlantas Polda Nusa Tenggara Timur. Kemungkinan besar kedua perwira menengah ini juga akan menjadi sasaran pemeriksaan penyidik Polda Bengkulu.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu, Kombes Pol Drs Dedy Rianto ketika ditanya Objective News mengatakan, untuk sementara waktu pihaknya menyerahkan semua pertanyaan wartawan kepada juru bicara Kapolda Bengkulu untuk menjawabnya. Pihaknya tengah berfokus untuk dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya melaksanakan tugas pengusutan kasus meninggalnya Aan sebagaimana dikehendaki oleh masyarakat Bengkulu.
Hal ini dibenarkan oleh Kadiv Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto SH dengan mengatakan, pihaknya benar-benar berfokus untuk membuka kembali kasus kematian Aan, apakah benar ditembak atau dianiaya oleh Novel Baswedan dan Yori Siahaan yang waktu kejadian menjabat sebagai Kasat dan Kanit Kejahatan kekerasan Polres Bengkulu. Jika dalam pemeriksaan nanti ditemukan bukti bahwa kedua perwira Polri yang saat ini bertugas di KPK terlibat dalam kasus kematian Aan maka kepadanya akan dimintakan pertanggungjawaban. Tapi bila tuduhan itu tidak terbukti dengan pasti pihaknya akan merehabilitir nama baik kedua perwira menengah Polri itu.
Demikian juga dengan status Aan yang sampai saat ini masih melekat sebagai tersangka pencuri sarang burung walet walaupun sudah meninggal akibat penganiayaan oknum petugas Reserse Polres Bengkulu, akan diteliti kembali keberadaannya. Sebab dari keterangan para tersangka lainnya yang sudah mendapat hukuman dari Pengadilan Negeri Bengkulu masing-masing enam bulan penjara, Aan tidak terlibat dalam kasus pencurian itu.
Ia hanya disangka sebagai penunjuk jalan pada diri tersangka untuk melaksanakan perbuatannya mencuri sarang burung walet. Bukti keterlibatan Aan sebagai penunjuk jalan terhadap lokasi sarang burung yang akan dicuri, masih ditelusuri berdasarkan kesaksian para terpidana lainnya. “Kami sedang telusuri itu semua,” kata Hery Wiyanto SH.
Bila dalam penelusuran nanti, tidak ditemukan bukti bahwa Aan sebagai penunjuk jalan pada kelima terpidana maka penyidik akan merehabilitir nama baiknya agar keluarganya khususnya anak satu-satunya yang dimiliki oleh Aan tidak menyandang status sebagai anak pencuri sarang burung walet seumur hidup. “Status itu kami akan berikan setelah kesaksian satu persatu dari lima terpidana selesai dilaksanakan,” tutur Hery Wiyanto SH.
Kasus direkayasa
Dalam catatan penyidik Polda Bengkulu diketahui bahwa kasus penganiayaan dan penembakan terhadap enam tersangka pencuri sarang burung walet di Toko Sinar Makmur, Jalan Jenderal Sudirman Bengkulu, yang menyebabkan seorang tersangka meninggal pada tanggal 18 Pebruari 2004, kasusnya telah direkayasa sedemikian rupa oleh pejabat penyidik di Polres maupun Polda Bengkulu.
Akibatnya, pelakunya yang diduga Kompol Novel Baswedan dan AKP Yuri Siahaan, tidak diajukan ke depan sidang pengadilan pidana. Kedua pelaku sebagai Kasat Reserse dan Kanit Kejahatan Kekerasan Polres Bengkulu hanya dibawa ke sidang pelanggaran disiplin/Kode Etik yang pada akhirnya menjatuhkan hukum kepada Novel dan Yuri dengan teguran keras.
Hukuman teguran keras ini membuat Novel dan Yuri yang baru lulus dari Akademi Kepolisian dapat melenggang pindah ke Mabes Polri sambil menyelesaikan kuliahnya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dengan mendapat gelar sarjana Ilmu Kepolisian.
Dengan rekayasa itu pula, kedua perwira ini mengganggap kejahatan yang diperbuatnya yang menyebabkan Aan meninggal bukan tanggung jawabnya lagi sehingga ia dapat masuk ke KPK di Jakarta. Dan dilembaga super body inilah, keduanya menunjukkan prestasi luar biasa sehingga KPK menyebutnya sebagai penyidik andalan dan diberi kepercayaan untuk memeriksa seniornya Irjen Pol Drs Djoko Susilo yang diduga terlibat kasus korupsi ratusan miliar rupiah dalam peristiwa pengadaan peralatan simulator Surat Izin Mengemudi.
Dalam rekayasa kasus ini disebutkan, bahwa korban Aan ditembak oleh petugas Reserse Polres Bengkulu karena yang bersangkutan berupaya melarikan diri dari pengawalan petugas yang membawanya ke sebuah tempat untuk mencari kawan-kawannya pencuri sarang walet.
Atas peristiwa yang tidak diinginkan itu, membuat keluarga korban tidak menuntut atas peristiwa penembakan ini selain daripada pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Padahal kenyataannya sebagaimana hasil investigasi Objective News selama dua hari di Bengkulu berkesimpulan bahwa korban bukan meninggal akibat tembakan yang dilepas oleh penyidik Reserse Polres Bengkulu di bawah pimpinan Iptu Novel Baswedan dan Yori Siahaan.
Melainkan korban meninggal akibat penganiayaan yang luar biasa beratnya di kantor Polres Bengkulu. Ia meninggal sewaktu sedang difoto sidik jari oleh petugas Puslabfor yang pada waktu itu jatuh secara tiba-tiba dalam barisan enam tersangka pencuri burung walet.
Mayat korban setelah dibawa ke rumah sakit Polri Muhammad Yunus Bengkulu, tidak diautopsi sebagaimana layaknya penemuan mayat dalam kasus kriminal. Akibatnya sampai saat ini tidak ditemukan adanya surat keterangan visum dokter hasil pemeriksaan luar dalam pada mayat Aan. Yang ada pada waktu itu hanya surat keterangan hasil pemeriksaan luar pada tubuh mayat korban.
Dari segi ini saja, sudah menjadi tanda tanya besar mengapa Kapolres dan Wakapolres Bengkulu bersama tim Propam Polda Bengkulu tidak mempertanyakan keberadaan kasus ini secara tepat. Rekayasa atas kematian Aan benar-benar dibuat sedemikian rupa agar Novel dan Yuri tidak dibawa ke persidangan pidana yang bisa membuat mereka dihukum di atas 5 tahun penjara.
Tunggu Kebesaran Hati KPK
Bagaimana kelanjutan kasus penganiayaan berat disertai penembakan terhadap keenam tersangka sehingga menyebabkan Aan meninggal, masyarakat menunggu kebesaran hati pimpinan KPK. Mau tidak menyerahkan Novel dan Yuri untuk dapat diperiksa oleh penyidik Polda Bengkulu agar darah Aan yang membasahi tanah persada tidak tertumpah secara percuma sehingga menjadi asap bagi bangsa ini.
Jika pimpinan KPK merelakan anak buah yang terbaik itu mempertanggungjawabkan perbuatannya delapan tahun lalu di Bengkulu, dapat membuat lembaga ini berjalan lancar dalam mengusut perkara lainnya. Tapi jika tetap bertahan untuk tidak merelakan Novel dan Yori, dinyatakan sebagai tersangka penganiaya dan penembakan terhadap Aan, masyarakt dapat melihat kelanjutan lembaga yang super body ini, apakah berjalan mulus atau terseok-seok di tengah kerinduan masyarakat memperoleh keadilan.
Para saksi maupun pelaku langsung penembakan terhadap Aan yang sampai saat ini masih ada di Bengkulu dalam berbagai kesempatan mengatakan, meninggalnya korban Aan bukan di jalan ketika yang bersangkutan dalam pengawalan petugas di bawah komando Kasat Reserse Polres Bengkulu Iptu Novel Baswedan. Tapi korban meninggal di kantor Polres Bengkulu disaat tengah dilakukan pengambilan foto dan sidik jari pada enam pelaku pencurian sarang burung walet di Toko Bangunan Sinar Makmur.
Korban yang punya bentuk tubuh atletis sebagai guru senam, pada malam sekitar pukul 23.30 WIB itu langsung jatuh ke lantai dan meninggal di tengah barisan enam pelaku lainnya. Pada malam itu juga korban langsung dibawa ke rumah sakit Polri M Yunus untuk mendapatkan pemeriksaan tim dokter jaga, tapi tidak dilakukan autopsy, bedah mayat sebagaimana layaknya korban pembunuhan yang perkaranya ditangani oleh penyidik Polri.
Dan lebih aneh lagi bahwa tidak satupun pejabat di lingkup Polres maupun Polda Bengkulu pada waktu itu selain daripada Novel yang datang ke rumah korban di Jalan Zainal Arifin No 51, Bengkulu, untuk menyatakan turut berduka cita atas kematian Aan. Semua pejabat Polda Bengkulu pada waktu itu seolah-olah membenarkan tindakan Novel dan Yuri untuk menghilangkan nyawa Aan secara terang-terangan dengan cara menganiaya dan menembak kakinya.
Hal itu dimungkinkan karena keluarga korban tidak ada yang menggugat penyidik Polri setelah mereka menandatangani surat pernyataan kerelaan kehilangan keluarga dihadapan Novel yang oleh keluarga korban dianggap sebagai anak angkat setelah Aan meninggal. (U-2)
0 komentar:
Posting Komentar