keterangan
Bliss Park

Rabu, 20 Mei 2015

Mengungkap Pembunuhan di Bengkulu - Penyidik KPK Diduga Terlibat

Seorang kerabat menunjukkan foto Aan
Aan Tewas Setelah Tiga Jam di Tangan Polisi
Berada di bawah perlindungan penyidik Polri, tidak selamanya aman dari segala macam kejahatan. Bisa malah sebaliknya, mendapat siksaan oknum polisi sehingga tewas. Meninggalnya tersangka Mulyan alias Aan di Polres Bengkulu delapan tahun lalu bisa menjadi salah satu bukti bahwa nyawa seseorang bisa melayang percuma walaupun sudah berada di kantor polisi yang bersemboyan, pengayom dan pelindung masyarakat.
 

“HATI siapa yang tidak pedih,” kata Ny Etlis Suryani (26), ibu dari dua orang anak yang masih kecil-kecil mengenang peristiwa delapan tahun lalu yang dialami oleh kakaknya Mulyan Johan alias Aan, guru olahraga senam di tempat fitness Tiara dan Grenimo.
 

Sore itu, tanggal 18 Pebruari 2004, kata perempuan berusia 18 tahun ketika kakaknya ditangkap dan dianiaya di kantor Polres Bengkulu, sekitar pukul 18.00 WIB, ia masih sempat dijemput oleh sang kakak Mulyan Johan untuk pulang bersama-sama dari tempat fitness Tiara. Dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Jalan Zainul Arifin No 51, Bengkulu, kakaknya yang periang dan selalu menceritakan keberadaan sehari-harinya, tidak banyak berkata-kata seperti hari-hari sebelumnya.
 

Ketika itu kakaknya hanya menceritakan pekerjaannya sebagai guru senam dan kesiapannya sebagai atlet cabang olahraga binaraga Bengkulu menghadapi PON VXI di Palembang. Ia tidak bercerita tentang usaha yang dilakukannya sehingga ditangkap polisi beberapa jam kemudian. Ia hanya meminta didoakan. ‘’Doakan kakak, ya dik biar berhasil,” kata kakaknya itu dalam suasana tawa riang di atas sepeda motor yang membawa mereka pulang ke rumah orang tuanya.
 

Sesampai di rumah, kakaknya itu menghapus semua peluh keringat yang membasahi badannya setelah mengajar senam di fitness Tiara. “Saya tidak lama di rumah,” katanya setelah selesai mandi. Ia harus pergi lagi ke tempat senam Grenimo untuk mengajar karena waktunya sudah malam, pukul 19.00 WIB. Dua jam setelah pertemuan itu, ia mendapat kabar bahwa kakaknya itu ditangkap pihak Polres Bengkulu karena dituduh ikut kawanan pencuri sarang burung walet di Toko Bahan Bangunan Sinar Makmur yang letaknya bersebelahan dengan tempat kakaknya mengajar senam.

Malam itu juga dengan menggunakan sepeda motor, ia mendatangi tempat kakaknya ditangkap sambil bertanya bagaimana keadaan kakaknya setelah ditangkap petugas polisi. “Tenang dik, kakak kamu tidak kena aniaya dari petugas. Keadaannya sehat-sehat saja,” kata beberapa peserta senam murid kakaknya pada malam itu. Keterangan ini membuat dirinya pulang dan dalam perasaan tenang karena yakin kakaknya bisa mengatasi semua tuduhan yang ditimpakan kepadanya sebagai pengikut pencurian sarang burung walet.


Tapi betapa kagetnya ia bersama kedua orang tuanya dan lima saudaranya yang lain ketika menerima pemberitahuan dari petugas Polres Bengkulu bahwa kakaknya, Aan telah meninggal tertembak saat ia dalam pengawalan polisi karena berusaha melarikan diri.
“Mayat korban ada di rumah sakit M Yunus,” kata petugas yang datang memberi tahu kematian kakaknya itu. Jika sempat orang tua korban dapat datang ke Polres Bengkulu bertemu dengan Kapolres mendengar penjelasan Kapolres tentang kematian Aan. Tanpa membuang-buang waktu setelah petugas pemberitahu kematian itu pulang, keluargapun mendatangi Polres Bengkulu dan diterima oleh Kapolres yang tidak dikenal namanya.

“Kami tidak bisa melihat luka-luka korban dengan cara membuka kain kafannya karena dilarang keras oleh petugas yang mengawalnya. Kami sekeluarga hanya pasrah dan mengetahui bahwa  korban meninggal akibat ditembak petugas karena berupaya melarikan diri sewaktu ditangkap polisi,”
Dalam pemberitahuan itu hanya disebutkan, Aan terpaksa ditembak petugas karena berupaya melarikan diri ketika dikawal di suatu tempat. Mayat korban akan segera dibawa ke rumah sehingga keluarga diminta untuk menunggu saja kedatangan mayat tersebut. Tidak ada ucapan duka cita maupun ucapan lainnya selain daripada meminta keluarga menunggu mayat korban untuk diserahkan dirumah.

Setelah mayat korban tiba di rumah, kata Antony Bismar (41) kakak tertua Aan, mayatnya tidak boleh dilihat secara utuh. Petugas yang mengantar mayat yang sudah ditaruh dalam peti itu hanya memperkenankan keluarga untuk melihat wajahnya yang sudah terbalut dengan perban.


“Kami tidak bisa melihat luka-luka korban dengan cara membuka kain kafannya karena dilarang keras oleh petugas yang mengawalnya. Kami sekeluarga hanya pasrah dan mengetahui bahwa korban meninggal akibat ditembak petugas karena berupaya melarikan diri sewaktu ditangkap polisi,” kata antony dengan emosi yang sebelumnya tidak memperkenankan Objective News mewawancarai keluarga mereka.
Alasannya semua penjelasan tentang kematian adiknya itu sudah ada di tangan penyidik Polda Bengkulu. “Bapak kami persilahkan menghubungi petugas Polda Bengkulu,” katanya di awal pertemuan.


Tapi setelah diberitahukan bahwa Objective News datang dari Jakarta untuk mengetahui secara langsung kebenaran peristiwa kematian Aan, barulah Antony bersama adik-adiknya mau bicara tentang keberadaan kasus meninggalnya Aan. Dikatakan sebelum kasus ini mencuat di Jakarta karena perseteruan KPK dan Polri, keluarga tidak pernah berpikir bahwa kasus kematian Aan belum terselesaikan penyidikannya.

Janji Novel Pada Keluarga Aan
Selama ini keluarga Aan sudah menyerahkan penyelesaian kasus itu pada Novel. Seperti disampaikan Novel sudah lima kali betertemu dengan orang tuanya. “Setiap kali Novel bertemu dengan kami sekeluarga, ia selalu menjanjikan bahwa dirinya akan berdiri paling depan untuk menangkap pelaku penganiayaan dan penembakan Aan sehingga meninggal. Bila anak buahnya yang terlibat dalam peristiwa penemakan itu maka ia akan langsung memecatnya”.


Berdasarkan janji-janji yang disampaikan oleh Novel ini, kata Antony, pihak keluarga yang sudah mengangkat Novel sebagai saudara angkat menggantikan kematian Aan, tidak pernah mengutak-atik peristiwa itu lagi. “Kami yakin dan percaya bahwa Novel sudah menyelesaikannya dengan memecat para pelaku,” ujarnya.


Itulah sebabnya ketika kasus ini mencuat di tengah masyarakat Bengkulu pihaknya baru tahu bahwa kasus ini belum terselesaikan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa yang dituduh sebagai pelaku penganiayaan dan penembakan terhadap Aan adalah Novel yang sudah menjadi saudara angkat.


”Kalau demikian adanya, kami tidak dapat banyak berbicara, selain pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa,” aku Antony sambil menyebutkan pihak keluarga sangat berharap agar janji Novel yang beberapa kali diutarakan kepada orang tuanya dapat dipenuhi.


Usutlah kasus ini sampai tuntas, pintanya, pecat yang terbukti bersalah, biar hukum di negeri ini dapat ditegakkan. Dan jika tuduhan penyidik Polda Bengkulu benar, Novel diharapkan untuk satria mengakuinya agar kasus ini dapat segera ditutup. Jangan sampai kasus ini berlarut-larut kejadiannya karena keluarga selain masih dirundung duka cita yang dalam juga menyandang predikat sebagai keluarga pencuri sarang burung walet.


“Kami tidak mau predikat itu terus kami sandang. Apalagi anak satu-satunya dari korban yang saat ini meningkat dewasa sampai sekarang masih mengetahui bahwa kematian orang tuanya itu adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Bagaimana kalau anak perempuan Aan itu mengetahui bahwa orang tuanya meninggal karena dituduh mencuri sarang burung walet dan meninggal karena ditembak polisi. Janganlah keluarga kami yang sudah jatuh masih pula tertimpa tangga pula,” ujarnya sambil berharap agar Novel mau satria memenuhi panggilan polisi agar kasus kematian saudara angkatnya itu bisa diselesaikan.


Sementara data yang diperoleh dari tempat penangkapan Aan di tempat fitness Grenimo yang saat ini sudah menjadi gedung tempat perkuliahan sebuah Universitas Swasta Nasional, menunjukkan ketika penangkapan dilaksanakan sekitar pukul 20.00 WIB, tidak ada bentuk penganiayaan dilakukan oleh tiga penyidik Polres Bengkulu yang datang dengan mempergunakan sepeda motor.


Semua tersangka yang ditangkap pada malam itu dalam keadaan mulus. Hanya tiga tersangka langsung pencuri sarang burung walet ini yang digelandang dari lantai III Toko Sinar Makmur kepalanya masih dalam keadaan basah karena beremdam di kolam tempat pemeliharaan sarang burung ketika akan ditangkap. Sedangkan, ketiga tersangka lainnya yang ditangkap di tempat fitness Grenimo, termasuk Aan dalam keadaan basah berkeringat karena pada waktu itu berstatus sebagai peserta senam.


Hal ini diakui oleh Aliang, pemilik Toko Sinar Makmur. Menurut pria pengusaha bahan bangunan yang memiliki tiga toko di Kota Bengkulu itu, pada waktu penangkapan keenam pelaku, ia masih ada di tokonya. Keenam pelaku yang ditangkap malam itu, langsung dinaikkan ke mobil operasional Polres Bengkulu yang dijaga seorang petugas. Sedangkan dua petugas lainnya yang datang dengan menggunakan sepeda motor langsung kembali ke kantornya sambil menitip pesan agar ia segera ke kantor polisi melaporkan peristiwa yang terjadi di gedung miliknya di lantai III.


Malam itu juga, kata Aliang ia segera menuju ke kantor Polres Bengkulu untuk memenuhi panggilan petugas polisi sebagai saksi. Di tempat ini ia memberi kesaksian apa adanya yang ia ketahui tentang peristiwa yang terjadi di atas rumahnya, tempat sarang burung walet. Dan tidak lama setelah berada di kantor polisi, ia mendengar sekelompok petugas membawa keenam tersangka yang tidak diketahui tempatnya.


Ia juga tidak mengetahui jika Novel dan Yuri Siahaan ikut membawa keenam tersangka dengan menggunakan sebuah mobil patrol polisi. “Saya benar-benar tidak tahu keadaan pada malam itu, apakah keenam tersangka disiksa atau tidak oleh petugas,” kata Aliang.
Ia baru tahu salah seorang diantara pencuri itu meninggal setelah masyarakat ramai membicarakannya. “Saya sudah banyak lupa akan peristiwa itu,” kata Aliang ketika Objective News meminta agar pengusaha ini mengingat kembali peristiwa delapan tahun lalu itu.


Namun, belum banyak ia memberikan keterangan. Aliang keburu permisi untuk untuk melayani pelanggan yang datang berbelanja ke tokonya. “Maaf ya pak, sampai disini saja keterangan saya. Kalau mau lebih banyak lagi silakan ke Polres Bengkulu saja,” ujarnya mohon diri.


Apa yang dikatakan oleh Aliang itu, dibenarkan oleh seorang saksi yang ikut menangkap keenam pelaku pencurian di Toko Sumber Makmur. Pria yang enggan disebut namanya itu mengatakan, penangkapan itu berlangsung cepat, Aliang selaku pemilik toko langsung diajak melihat kejadian itu secara nyata. Bahkan ketika para tersangka yang ditangkap di Lantai III Toko Sumber Makmur maupun di tempat fitness Granimo, akan dibawa ke Polres Bengkulu, Aliang masih dijadikan saksi untuk melihat keberadaan tersangka bahwa tidak ada aniaya dari penduduk yang pada waktu itu jumlahnya ratusan orang.


Sampai di Polres Bengkulu menurut saksi yang juga anggota piket reserse pada malam itu, ia melaporkan kepada komandan jaga akan keberadaan keenam tersangka. Dan, setelah diterima dan dicatat dalam buku mutasi, ia bersama dua kawannya yang lain kembali ke rumah untuk mandi karena ketika memasuki areal penangkapan yang gelap gulita itu, mereka menabrak beberapa sarang burung sehingga badan mereka kotor.


Setelah selesai mandi di rumah, iapun kembali ke kantornya di Mapolres Bengkulu untuk melihat keberadaan ke enam tersangka yang sejam lalu ditangkap di toko Sumber Makmur dan di tempat fitness Granimo. Ketika piket jaga ditanya kemana para tersangka yang baru ditangkap itu, langsung dijawab sedang dibawa oleh Kasat Iptu Novel dan Kasi kejahatan kekerasan, Ipda Yuri Sihaan. Kebenaran dari keterangan ini tidak dapat dipastikan. Tapi yang saya tahu pada waktu itu, kendaraan Novel sebuah sedan warna putih sudah tidak ada di kantor. Itu berarti keterangan piket jaga ini mendekati kebenaran.


Sekitar pukul 23.30 WIB, keenam tersangka kembali ke Mapolres Bengkulu dalam keadaan masing-masing tersangka diperban karena baru saja kena tembak. Siapa yang menembak para pelaku tidak diketahui pasti. Yang jelas malam itu, kata saksi, keenam tersangka sudah dalam keadaan luka kena tembak oleh petugas yang membawanya ke luar Mapolres dua jam lalu.
Tidak lama setelah ada di Mapolres, keenam tersangka kemudian dikumpulkan lagi untuk difoto sidik jari sebagaimana layaknya identifikasi para pelaku kejahatan yang ditangkap. Ketika dalam keadaan berbaris untuk difoto itulah, tiba-tiba Aan terjatuh di lantai dan langsung dibopong untuk dibawa ke rumah sakit. Dan sampai di rumah sakit Polri M Yunus, korban Aan diketahui sudah meninggal.


Dengan demikian, selama tiga jam Aan berada di tangan penyidik Polres Bengkulu sejak ia bersama lima rekannya ditangkap dengan tuduhan mencuri sarang burung wallet pada pukul 20.00 WIB sampai meninggal pada pukul 23.30 WIB, karena aniaya dan penembakan oleh lima orang penyidik Polres Bengkulu di bawah komando Iptu Novel.


Dari kejadian tersebut, dapat disimpulkan, kata saksi, adalah tidak benar penjelasan Novel maupun Yuri yang mengatakan, korban meninggal karena jatuh dari tangga lantai II Mapolres Bengkulu. “Itu merupakan karangan dan pembohongan publik,” kata saksi yang mengatakan, tukang foto dari peristiwa jatuhnya Aan di dalam barisan bisa ditanyakan kepadanya kebenaran keterangannya ini. Apakah saksi yang berbohong atau Novel yang merekayasanya supaya lepas dari tuduhan pelaku kejahatan.


Sementara dua orang saksi lainnya yang merupakan anak buah langsung Novel dan Yuri dalam kesaksiannya mengatakan, atasannya itu sempat membuat mereka kesakitan karena dianiaya sewaktu diminta untuk membuat penjelasan kronologis kematian Aan. Keinginan mereka berdua agar kesaksian yang dibuat tidak memberatkan Novel dan Yuri sebagai pelaku penganiayaan dan penembakan terhadap Aan. Tapi kedua anak buahnya ini tidak mau mengikuti perintah sehingga mengalami aniaya yang membuat mereka melaporkannya kepada pimpinan Polres Bengkulu dan membuat visum atas peristiwa itu.(U-2)

0 komentar:

Posting Komentar